Lihatlah Lebih Dekat


     Saat sesuatu tidak berjalan sesuai harapan kadang aku merasa kesal dan tak jarang aku meluapkan amarah dengan berbagai cara. Dari mulai curhat ke sahabat, menulis status facebook, nge-tweet, nge-ping ataupun nge-blog. Tak adil rasanya, kenapa begini? kenapa harus aku? kenapa aku gagal?

     Padahal jika aku mau melihat lebih dekat, semua hal yang terjadi punya alasannya tersendiri. Aku hanya harus bersabar untuk mengetahui apa hikmah yang tersembunyi.
    
     Contoh yang paling aku rasakan adalah ketika aku lulus SMA. Saat itu aku diliputi kegundahan yang teramat sangat membingungkan. Keinginanku untuk kuliah sangat kuat tetapi mengingat biaya kuliah sekarang yang kian mahal ditambah dengan aku yang tinggal di lingkungan yang tidak begitu mementingkan kuliah. Orang tuaku pun lebih merekomendasikan aku untuk bekerja. Akhirnya aku memutuskan tidak mengikuti seleksi masuk ke perguruan tinggi negeri, sebaliknya  aku mengikuti bursa kerja di sekolah. Jujur, aku setengah hati menjalaninya dan aku pun sempat mengungkapkan itu kepada kedua orang tua. Saat itu aku teringat pada tawaran saudara sepupuku atas program beasiswa penuh yang ada di kampusnya. Memang universitas swasta, tapi tak apa lah yang penting aku bisa kuliah, pikirku saat itu. Aku kembali menyampaikan keinginanku untuk meng-apply beasiswa kesana kepada kedua orang tua. Kebetulan Rektor Universitas tsb adalah teman Bapak - Ayahku-  di majelis zikir-nya. Bapak pun mencoba menanyakan tentang program beasiswa itu, dan sayangnya ternyata beasiswa itu bukan beasiswa penuh, mungkin hanya sekedar potongan biaya.

     Memang banyak program beasiswa Perguruan Tinggi Negeri yang ada tetapi informasi yang aku dapat sangatlah terbatas. Sekolahku sebenarnya sempat merekomendasikan beberapa anak untuk ikut tes program beasiswa sebuah Institut Tekhnologi di Kota Bandung. Sayangnya, aku tidak termasuk dari mereka. Kecewa pasti, apalagi ketika aku mengetahui bahwa teman sekelasku yang notabene peringkat-nya di bawahku direkomendasikan. Terlebih lagi dengan kenyataan bahwa dia tidak berminat ikut. Kenapa bukan aku yang direkomendasikan? pikirku dalam hati.

     Aku kecewa tapi aku belum menyerah. Aku masih punya satu jalan lagi. Salah satu sekolah yang tidak memungut biaya kuliah alias gratis  yang aku tahu saat itu adalah Sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) di Bintaro. Aku pun mengungkapkan keinginanku untuk mengikuti tes PTK itu. Memang peluang masuknya kecil, bahkan belum ada alumni sekolahku yang berkesempatan mengenyam pendidikan disana. Susah bukan berarti tidak bisa kan, pikirku menyemangati diri sendiri. Dengan menggunakan uang simpanan mama -ibuku-, aku pun mendaftarkan diri untuk mengikuti tes. Bukan tanpa hambatan, saat itu salah satu dokumen yang aku bawa ternyata bermasalah sehingga aku harus mengurusnya lebih lanjut. Di perjalanan pulang pun aku sempat tertabrak truk yang hendak berbelok. Untungnya tak ada luka serius. Kakiku hanya sedikit lebam.

     Sambil menunggu tes masuk PTK tsb, Aku mulai fokus untuk menjalani serangkaian tes pencarian kerja. Sampai akhirnya aku dinyatakan lulus tes tertulis sebuah perusahaan elektronik. Aku pesimis dapat lolos sampai ke tahap akhir karena tinggi badanku yang kurang dari standar dan umurku yang belum memasuki usia kerja. Ternyata tidak hanya aku yang merasa seperti itu, ada beberapa teman tes-ku yang merasakan hal yang sama. Kami pun bertanya kepada guru BK kami apakah hal tsb akan ditoleril oleh perusahaan tsb? tenang saja itu hanya shock therapy, jelasnya.

     Sampai akhirnya aku lulus sampai tahap kesehatan dan diharuskan membayar sejumlah uang. Keluargaku sangat senang mendengar kabar itu dan menyebarkan kabarnya ke tetangga maupun sanak saudara. Aku turut senang dan mulai berusaha memadamkan niatku untuk kuliah. Sayangnya, ternyata kebahagian itu hanyalah semu. Aku dan beberapa temanku yang memiliki tinggi badan yang  kurang dari standar dan umur yang belum memasuki usia kerja dinyatakan tidak lulus oleh pihak perusahaan. Aku dan beberapa teman tak sabar untuk protes ke ruangan BK, ternyata yang mereka katakan selama ini hanyalah klise belaka. Kami kesal, merasa dibohongi. Pada akhirnya kami mau tidak mau menerima kenyataan yang ada. Uang kami dikembalikan tetapi hanya separuhnya dengan alasan sebagai biaya administrasi dan transport saat tes kesehatan.

     Sejak saat itu aku semakin pesimis tetapi hal itu tak lantas membuatku terpuruk. Aku memang semakin setengah hati mencari pekerjaan tetapi hatiku semakin mantap untuk berkuliah. Aku memutuskan fokus belajar untuk tes PTK yang semakin dekat. Hampir setiap hari aku meluangkan waktuku untuk belajar.  Sampai saat waktu tes pun tiba. Cukup lancar ya  walaupun aku sempat nge-blank.
Sebulan lebih berlalu. Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Eksekusi. Peradilan. Atau lebih tepatnya lagi Pengumuman. Aku sempat pesimis dengan banyaknya pesaing tetapi Alhamdulillah... ternyata Allah menjawab usahaku selama ini, kegundahanku selama ini, doaku selama ini.
Aku mulai berpikir tentang semua hal yang telah terjadi, hal-hal yang selama ini membuatku kecewa dan tidak puas. Aku mulai sadar. Meskipun kadang berliku-liku, jalanNya memang lebih indah.

Aku bersyukur tidak mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri, karena uang pendaftarannya dapat digunakan keluargaku untuk hal lain yang lebih kami butuhkan. Toh kalaupun aku lolos, belum tentu sanggup membayar segala tetek bengeknya.
 

Aku bersyukur tidak direkomendasikan program beasiswa itu, karena aku bisa lebih fokus untuk Ujian Nasional. Toh jika aku ikut belum tentu lolos.
 

Aku bersyukur tidak lolos tes kerja, karena waktu belajarku bertambah.
 

Aku berterima kasih pada mereka yang telah membuatku kecewa, karena mereka telah menjadi salah satu motivator terbesarku untuk bangkit dan maju.

Kita hanya harus bersabar untuk mengenyam buah yang manis. Seperti seorang petani yang harus sabar saat padinya diserang hama dalam perjuangannya untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah.
Lihatlah lebih dekat tentang semua kegagalan yang telah kita alami. Pasti ada hikmah yang tersembunyi dibalik semua itu.

Seperti kata Sherina. "Lihatlah lebih dekat dan kau akan mengerti..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feel free to drop a comment :)