Perahu Kertas

     Tangannya serta-merta menunjuk ke arah rak buku tempat koleksi komik dan buku dongengnya berbaris rapi, demi mengalihkan pembicaraan. “Ini sebagian kecil koleksiku. Yang di rumah
jauh lebih banyak.”
“Kata Eko, kamu suka nulis dongeng, ya?”
“Iya. Hobi sejak kecil.”
“Tulisan kamu udah banyak?”
“Kalau kuantitas sih banyak, tapi pembaca nggak ada.
Dan bukannya tulisan baru bermakna kalau ada yang baca?”
Kugy tertawa kecil, “Sejauh ini sih cuma dinikmati sendiri aja.”
“Kenapa gitu?”
“Siapa sih yang mau baca dongeng?” Kugy terkekeh lagi.
“Mungkin aku harus jadi guru TK dulu, supaya punya pembaca. Minimal dongengku bisa dibacakan di kelas.”
“Banyak penulis cerita dongeng yang bisa terkenal, dannggak harus jadi guru TK dulu untuk punya pembaca.”
Senyum simpul mengembang di wajah Kugy, seolah-olah hendak menjawab pertanyaan klasik yang sudah ia hafal mati jawabannya. “Keenan, umurku 18 tahun, kuliah jurusan Sastra, kepingin jadi penulis serius dan dihargai sebagai penulis serius. Orang-orang di lingkunganku kepingin jadi juara menulis cerpen di majalah dewasa, atau juara lomba novel Dewan Kesenian Jakarta, dan itu menjadi pembuktianyang dianggap sah. Sementara isi kepalaku cuma Pangeran Lobak, Peri Seledri, Penyihir Nyi Kunyit, dan banyak lagi tokoh-tokoh sejenis. Di umurku, harusnya aku nulis kisah cinta, kisah remaja, kisah dewasa ....”
“Banyak cerita dongeng yang isinya kisah cinta.”
“Intinya adalah: semua itu nggak matching! Antara umurku, profilku, cita-citaku, pembuktian yang harus aku raih, dan isi kepala ini.”
“Saya masih nggak ngerti.” Keenan melipat tangannya di dada. “Waktu aku kecil, punya cita-cita ingin jadi penulis dongeng masih terdengar lucu. Begitu sudah besar begini, penulis dongeng terdengar konyol dan nggak realistis. Setidaknya, aku harus jadi penulis serius dulu. Baru nanti setelah mapan, lalu orang-orang mulai percaya, aku bisa nulis dongeng sesuka-sukaku.”
“Jadi ... kamu ingin menjadi sesuatu yang bukan diri kamu dulu, untuk akhirnya menjadi diri kamu yang asli,
begitu?”
“Yah, kalau memang harus begitu jalannya, kenapa nggak?”
“Bukannya itu yang nggak matching?” tanya Keenan lagi, tajam.
“Asal kamu tahu, di negara ini, cuma segelintir penulis yang bisa cari makan dari nulis tok. Kebanyakan dari mereka punya pekerjaan lain, jadi wartawan kek, dosen kek, copy writer di biro iklan kek. Apalagi kalau mau jadi penulis dongeng! Sekalipun aku serius mencintai dongeng, tapi penulis dongeng bukan pekerjaan ‘serius’. Nggak bisa makan.”
“Tadi kamu makan pizza. Nggak ada masalah, kan? Artinya kamu bisa makan.”
“Aku harus bisa mandiri, punya penghasilan yang jelas, baru setelah itu ... TER-SE-RAH,” nada suara Kugy mulai tinggi, “aku nggak tahu kamu selama ini ada di planet mana,tapi di planet bernama Realitas ini, aturan  mainnya ya begitu.”
Keenan terdiam. Di kepalanya melintas gulungan-gulungan kanvas bertorehkan lukisan yang ia tinggalkan di
Amsterdam. “Betul. Memang begitu aturan mainnya,” gumamnya 

(Kutipan Novel Perahu Kertas, Dee)

     I love this part badly. Bener banget! Kadang kita harus berputar-putar dulu  untuk mencapai tujuan hanya karena terlalu takut untuk mengambil resiko. Aturan planet ini sedikit banyak menuntut kita berpikir realistis. walaupun tak jarang itu berarti mengorbankan mimpi kita. Mungkin itu opportunity cost yang harus kita korbankan. Can't wait for this movie!

Dari gambarnya udah bisa dipastikan postingan ini bahas apa :)

     Mungkin postingan ini agak menyindir  Mawar dan Melati (Bukan nama sebenarnya), dua sahabatku yang kisahnya terhenti setelah 3 tahun panjang yang mereka bangun. Bukan. Mereka bukan pasangan lesbian, mereka punya dua cerita yang terpisah. 

     Dimataku kisah mereka hampir sama. Pertama, partner mereka sepertinya masih satu Kingdom, filum, kelas, ordo, famili, genus, bahkan spesies. Ya,sama-sama manusia :). Kedua, mereka sama-sama aku golongkan ke dalam kategori supel. Terakhir, kisah mereka sama-sama punya masa manfaat selama 3 tahun.

      Bisa dibilang aku salah satu pihak yang tidak rela dengan keputusan yang mereka ambil. Aku merasa tengah berada di depan layar kaca menyaksikan Cinta Fitri dan tidak rela jika Farrel berpisah dengan Fitri. Aku bisa berkata demikian karena aku cukup dekat dengan keduanya. Mereka pun tak jarang bercerita tentang partnernya. Entah karena pembawaan mereka atau apa, tapi yang pasti mereka mampu membuatku berpikir bahwa partner mereka adalah salah dua sample calon imam terbaik di dunia ini. 

Aku jadi ingat QS An Nur:26,
"wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." 

Ternyata wanita-wanita yang baik juga belum tentu untuk laki-laki yang baik. Atau mungkin belum saatnya? Atau mungkin mereka ada untuk laki-laki baik yang lain? :)

Semoga kisah mereka bisa seperti Cinta Fitri. Walaupun Berpisah-Bersatu-Berpisah-Bersatu dalam serangkaian episode yang panjang tetapi tetap punya ending yang bahagia :)
 
*Postingan ini dibuat setelah seharian dengerin curhatan Melati yang masih ngga bisa move on sepenuhnya dari sang 'mantan' partner walaupun udah punya the new one. Keep it secret, blog :)

Manusia Supel 3 tahun

by on 07.06
Dari gambarnya udah bisa dipastikan postingan ini bahas apa :)      Mungkin postingan ini agak menyindir  Mawar dan Melati (Bukan nama s...

     Shakespeare pernah bilang "Apalah arti sebuah nama" mawar pun akan tetap merah jika bukan bernama mawar. Tetapi aku tak bisa membayangkan apabila semua orang di dunia ini tak punya nama. Sejenak hal ini mengingatkanku dengan tontonan tadi pagi. Bukan, Bukan berita tentang kisruh politik ataupun pembunuhan & premanisme yang kian marak terjadi, hanya tontonan kartun ringan, Spongebob Squarepants.
Ada adegan dimana Spongebob dan Squidward disandra oleh sekelompok bajak laut. Si ketua bajak laut memperkenalkan satu-satu anggotanya dari yang muda sampai yang tertua, dan bisa-bisanya nama mereka sama, Olaf. Bayangkan saja jika milyaran penduduk dunia hanya dipanggil 'manusia' tanpa punya nama panggilan yang khas. Kehidupan akan terasa sangat monoton. Hal ini aku rasa semacam dengan hidup tanpa kata tanpa bahasa.

     Pentingnya nama itu pula yang membuatku mempersiapkan nama untuk anak-anakku sejak dini. Memang terlalu dini banget. Mencari nama bagiku semacam seni memadu-madankan kata. Tak terbatas pada keindahan bunyi tapi juga makna.

     Tadi aku sempat iseng memadu-madankan kata dari sebuah situs tentang nama. 
Untuk nama laki-laki, aku membuat 'Althaf Banaan'.
My future baby :)
Kata Althaf berarti lemah lembut.  Lemah lembut yang dimaksud adalah orang yang lembut dalam berakhlak dan bertutur kata pada sesamanya agar dihormati oleh sesamanya. Banaan artinya Ujung jari-jari. Maksudnya mengarah pada orang yang selalu menjadi pemimpin dan membawa banyak umat kejalan yang merdeka. Jadi, anak laki-laki ini diharapkan dapat lembut dalam bertutur kata dan berakhlak sehingga kelak akan dihormati oleh sesama serta dapat menjadi seorang pemimpin yang bijak.

     Untuk nama perempuan, aku membuat 'Naurah Sabiyah'.
Harus cari suami kayak apa ya biar punya anak secantik ini? :D
 Naurah artinya bunga dan Sabiya artinya pagi hari. Anak ini diharapkan dapat menjadi bunga yang mekar di pagi hari, dapat mengharumkan sekitarnya serta dapat menyejukan siapapun yang memandangnya.

     Kedua nama itu aku ambil dari bahasa Arab. Soalnya, menuruk e-book yang aku baca, Menurut islam dilarang menggunakan nama-nama menyerupai orang diluar islam. Mayoritas penduduk Arab kan beragama islam (bener nggak sih? -__-' ). Kedua nama itu juga hanya terdiri dari 2 kata karena katanya dianjurkan untuk tidak menggunakan nama yang terlalu panjang. Lagipula kasian mereka kalo ujian, waktunya pasti terbuang hanya demi menulis nama :)

Aniway, Agak skeptis deh bisa punya anak selucu yang di gambar *trollface*

Tentang sebuah nama

by on 07.04
     Shakespeare pernah bilang " Apalah arti sebuah nama " mawar pun akan tetap merah jika bukan bernama mawar. Tetapi aku tak bi...

     Ini kisahku dan ada dia di dalamnya. Tentunya aku juga berharap ada di dalam kisahnya. Tak ada yang spesial dari kisah ini, the one who make it'll be special is him :)

   Card, Eraser & Ruler, 3 things that always reminds me to him. Tiga benda itu semacam tongkat elder, batu kebangkitan dan jubah gaib 'Deathly Hallow' yang jika disatukan bisa menghasilkan kekuatan yang amat dahsyat. Bedanya, kekuatan yang dihasilkan Deathly Hallow-ku hanya sanggup membuatku mengingat sedikit memori yang kupunya tentang dia.

   Kartu. Benda itu aku ibaratkan sebagai pintu, tempat dia mulai masuk ke dalam kisahku, tepat sebelum aku menyadarinya.

   Penghapus. He broke mine and that time i wonder that he was truly annoying.

   Penggaris. Perhaps, it just like the 'Exit' door. Dia mulai keluar dari kisahku, lagi-lagi, tepat sebelum aku menyadarinya.

     Secara subtansi raga, kini dia semakin tak terjangkau. Tetapi terkadang aku justru merasa lebih dekat dengannya walaupun hanya satu inchi. Terkadang aku merasa aku ada di dalam kisahnya. Sampai akhirnya, waktu berbisik padaku, 'itu hanya perasaanmu saja.'

     Setidaknya sekarang aku menyadari keberadaannya di dalam kisahku. Mungkin suatu saat nanti dia juga. Tak bosan aku bertanya kepada sang waktu. Namun ia masih diam dan enggan bicara :)

Absolutely Absurd

by on 20.46
     Ini kisahku dan ada dia di dalamnya. Tentunya aku juga berharap ada di dalam kisahnya. Tak ada yang spesial dari kisah ini, the one wh...