Pertama kali dengar tentang event tahunan Jazz Gunung Bromo, saya langsung memasukannya ke dalam bucket list. Pemandangan Bromo adalah salah satu alam Indonesia yang buat saya takjub. Berada di Bromo seperti berada di Negeri Dongeng atau adegan film fantasi Box Office. Walaupun bukan penggemar fanatik musik jazz, saya sangat menikmati musik Mocca, Monita Tahalea, Gleen Fredly dsb. Buat saya jazz itu menenangkan dan easy listening. I wondered how beautiful it would be, kalo Musik Jazz dan Bromo diramu dalam satu kemasan.


Bisa dibilang trip kali ini adalah trip ter-Niat saya. Tak terhitung berapa banyak teman yang jadi korban sayembara dalam perjuangan saya mencari teman ngetrip. Kebanyakan teman hanya mau menikmati indahnya bromo tanpa pengalaman Jazz Gunung. Nyari teman ngetrip aja susah gimana cari jodoh. Eh kok jadi baper.

Saya sempat meniatkan dengan atau tanpa teman saya akan tetap berangkat. Toh, ikut open trip nanti juga dapat teman. Fortunatelly, ada teman yang akhirnya berhasil saya racuni. Kiar namanya, partner saya lomba fisika waktu zaman SMA. Ya, si otak ikan mas ini (saya, red) dulu pernah ngewakilin Sekolah buat lomba fisika lho walaupun nggak menang.
Teman Ngetrip Utama

Waktu perjalanan kami banyak dihabiskan di Kereta Ekonomi Kertajaya tujuan akhir Surabaya Pasar Turi. Ini kali pertama saya naik kereta jarak jauh, ekonomi pula. Sudah terbayang gimana horor­-nya naik kereta ekonomi selama hampir 12 jam, jika mendengar testimoni dari pengalaman teman-teman. Setelah merasakan sendiri, buat saya naik kereta ekonomi cukup menyenangkan. Walaupun harus duduk berhadap-hadapan dan berbagi space kaki dengan orang lain, overall fasilitasnya oke. Tersedia colokan listrik di setiap deret kursi, dilengkapi pendingin ruangan, kamar mandi cukup bersih dan sandaran kursi yang tidak terlalu keras.
spot charger
Pendingin Ruangan

Yang buat saya cukup surprised adalah ternyata yang duduk di kursi hadapan saya itu junior saya di STAN dan ikut open trip yang sama. Namanya sama pula kayak saya, Rizky.  What a coincidence! Akhirnya selama trip kami seringnya bertiga sampai dicengin Cinta Segitiga oleh teman trip lain (-_-). Dan karena sapaan kami bertiga sama-sama “ki!”, kami sering serentak menoleh saat dipanggil.

Yang agak mengecewakan dari trip kali ini adalah kenyataan kalau kami nggak ‘dapat’ sunrise karena kesiangan sampai pananjakan. Buat saya sih not a big deal, karena sebelumnya saya sudah pernah dan buat saya hunting sunrise di Pananjakan itu tak ubahnya berkumpul sama lautan manusia saking ramainya. 
Mt Batok, Bromo dan Semeru

Dari pananjakan langkah kami beranjak ke spot selanjutnya yakni Bukit Teletubbies. Meski tak seindah waktu pertama kali saya kesana  (karena sedang musim kemarau), melihat hamparan savana sejauh mata memandang adalah salah satu nikmat dunia yang tak bisa didustakan. Nikmat tersebut bertambah kali kami  menyantap semangkuk hangat bakso malang.

Bukit Teletubbies Saat Kemarau
Setelah puas berfoto-foto di Bukit Teletubbies perjalanan berlanjut ke Pasir Berbisik, hamparan pasir luas dengan latar megah Gunung Bromo dan Gunung Batok. Supaya mainstream harus foto sambil melompat tinggi ya, blog.            
Melompat Lebih Tinggi
  
Cukup bersantainya, saatnya trekking naik ke Kawah Bromo. Selain trekking, kalian sebenarnya bisa mencoba pengalaman naik kuda sampai bawah tangga. Karena ingin merasakan ‘naik’ gunung Bromo kami memilih trekking jalan kaki, menikmati setiap hembusan angin dan debunya. Track Bromo itu cukup tricky, terlihat dekat namun jauh. Kayak kamu (eaaaa).


Setelah penuh perjuangan dan hembusan napas yang semakin terengah, sampai lah kami di Kawah Gunung Bromo. Aktivitas gunung sepertinya cukup aktif mendengar dentuman dan letusan kecil dari bibir kawah. 

Selang beberapa menit kami kembali trekking turun dari Bromo. Saking ingin cepat sampai bawah, saya melangkahkan kaki cepat tanpa pertimbangan. Sampai di bawah, kaki saya gemetar. Sambil me-rileks-kan kaki yang gemetar,  saya dkk menikmati Pentol Daging enak dan murah :9

Puas menikmati indahnya Bromo kami segera menuju Homestay untuk selanjutnya bersiap dan bergegas menuju Venue Jazz Gunung Bromo yang berada di Jiwa Jawa Resort. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mencoret satu lagi Bucket List. 








Saya sangat menikmati pertunjukan. Alunan saxophone Paul McCandless with Charged Particles mengalun lembut di telinga. Suara Monita Tahalea semakin menyejukan udara malam Bromo. Petikan Gitar dan instrumen pendukung Dewa Budjana Zentuary terdengar apik. At last but not least, penampilan Maliq and the essential menutup rangkaian event Jazz Gunung Bromo dengan sangat pecah. Di tengah gelap malam dan jam mengantuk, Maliq mampu mengajak penonton ikut ‘berjingkrak’ atau minimal sekadar mengayunkan tangan ke kanan ke kiri. Salah satu yang membuat Jazz Bromo tak kalah menarik adalah MC Alit dan Gundi yang celotehannya selalu bisa membuat gelak tawa penonton. Absolutely enjoy the show!

Keesokan harinya agenda kami adalah wisata air terjun Coban Rondo. Sayangnya, lagi-lagi soal waktu kami batal kesana. Alhasil di hari kedua sekaligus terakhir ini, kami hanya ke spot oleh-oleh.  Manajemen waktu terlihat cukup mengecewakan. Untungnya, di pagi hari saya inisiatif hunting sunrise. Ya walaupun terlalu siang akibat menghindari cuaca dingin. Menelusuri jalan setapak, pagupon, kebun bawang, sampai akhirnya berada di bukit penuh ilalang dengan latar Gunung Batok, Bromo dan Semeru dari kejauhan. Satu kata, Indah.





Overall, saya sangat menikmati perjalanan kali ini. Berbeda saat ngetrip dengan banyak teman yang sudah dikenal dimana interaksi terbatas pada teman yang itu itu saja. Di trip kali ini saya kenal  dan berinteraksi dengan banyak orang baru. Junior kampus, mbak-mbak kritis tapi perhatian, mbak-mbak ceria dan keluarga yang rutin nonton event Jazz Gunung.
Teman Baru 
Semenjak bekerja di Bekasi yang notabene homebase agaknya saya jadi kembali jadi pribadi yang tertutup karena sudah merasa aman berada di Goa Plato. Berbeda saat pertama kali masuk kuliah dimana tak satu pun saya kenal, mau tak mau saya jadi terbuka dan welcome terhadap orang-orang baru. Mungkin suatu saat nanti harus coba solo backpacker supaya lebih welcome sama ‘dunia baru’.







   Beberapa waktu  lalu Indonesia dihebohkan dengan demo beberapa jilid terkait penistaan agama oleh  seorang  (mantan) kepala daerah. Kasus tsb membuat saya sadar dan bangga betapa guyub-nya umat islam. Sayangnya rasa bangga itu sedikit terkikis kecewa dengan adanya  indikasi tunggangan kepentingan politik. Ya karena momentum pilkada.

    Agama memang hal yang sensitif. Dan buat saya mencampur agama dan politik di negeri  bhineka tunggal ika ini dengan porsi sama besar bukan hal yang pas. In My Opinion, agama itu tak lantas nista karena dihina atau dicerca orang. Ya tapi bukan juga berarti membenarkan aksi pihak  yang entah  sengaja/tidak sengaja missleading saat kunjungan kerja itu.Terlalu out of date ya kalo masih bahas kasus itu. Ibarat berputar di timeloop yang nggak ada ujungnya.

    Buat saya The real-penistaan agama (agama islam,red) itu saat kita sebagai umat islam melakukan hal-hal nista/diluar syariat islam. Ya contohnya ada pemeluk agama islam yang mencuri/menipu orang/berzinah/jadi teroris. Di tengah isu agama yang sensitif ini, pasti akan ada satu-dua orang (bisa langsung ribuan orang bahkan kalo di media sosial) yang nyeletuk “Orang islam, maling?” “Orang islam, teroris?” ..... dst. Yang kayak gini ini lebih menistakan agama gak sih? Bikin agama islam jadi terlihat buruk. Padahal kan islam nikmat bagi seluruh alam.

  Di zaman digital sekarang kayaknya ‘kekuatan jempol’ masyarakat berpengaruh penting buat kondisi bangsa dan negara ya? ‘Demokratis’nya masyarakat seakan sudah dalam tahap tidak wajar kalo kebetulan lihat timeline facebook banyak hinaan dan makian untuk pemimpin negara, apalagi lihat perang komentar saat kisruh pilkada kemarin. Semua seakan paling benar, padahal yang menghina belum tentu lebih baik, lebih kompenten dan lebih religi. Kisruh pilpres beberapa tahun lalu sedikit-banyak buat saya jadi apatis dengan ‘politik’. Habisnya daripada energi saya terbuang, hubungan dengan keluarga dan kerabat jadi renggang dan nambah dosa karena semakin kesini politik disini itu semakin nggak sehat. Dan itulah awal mula saya kecanduan Drama Korea :p  Sudah cukup waktu 5/7 hari untuk ‘mengabdi’ pada negara.

   Btw asal mula tulisan ini itu karena saya barusan baca komentar pedas netizen di salah satu situs berita nasional tentang Penipuan Umroh yang lagi heboh. Ya, the real-penistaan agama. Di tengah kekecewaah calon jamaah ada netizen yang berkomentar  ‘jangan menyalahkan orang lain, salah sendiri buat ibadah cari yang murah’...... walaupun ada benarnya, buat saya berkomentar semacam ini bukanlah hal yang tepat. Mengambil yang bukan berhak & tidak menepati akad bagaimana pun ya tetap salah. Dan ada yang namanya empati lho.

Ya, unfortunately I am one of 35.000


pict source : www.religlaw.org

Penistaan Agama

by on 08.07
   Beberapa waktu  lalu Indonesia dihebohkan dengan demo beberapa jilid terkait penistaan agama oleh  seorang  (mantan) kepala daera...


It Ain't Over Till It's Over
Salah satu kutipan dari Atlet Baseball, Yogi Berra, yang menurut saya cukup menginspirasi. "Ini belum berakhir sampai benar-benar berakhir". Kegagalan/Kekalahan bukanlah akhir. Mungkin butuh puluhan, ratusan atau bahkan ribuan kegagalan untuk bisa mencapai tujuan.

Kutipan tsb saya tahu dari sebuah Drama Korea, Reply 1994, drama yang bercerita tentang nostalgia kehidupan tahun 90an. Drama yang membuat saya terjebak second lead actor syndrom. Ending cerita yang tidak sesuai ekspetasi (atau lebih tepatnya tidak sesuai keinginan saya) bikin saya ikut larut dalam emosi si second lead actor, ikut patah hati saat gayung tak bersambut, Saat penantian dan usahanya yang lebih dari satu lustrum tak berbuah memuaskan, saat dia sadar bahwa ketika akhir cerita menjadi tak berkesudahan kita sendiri lah yang harus rela mengakhirinya.

I think it ain't over. But when i think about it over and over again, it's over... setidaknya untuk sampai saat ini.

Tetap semangat untuk kesempatan selanjutnya di tahun depan!

Jedanya lumayan lama ya sama Postingan sebelumnya. Tadinya mager untuk nulis lanjutannya tapi kok sayang kalo pengalaman travelling kemarin gak didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Rasanya gak cukup hanya didokumentasikan pakai foto.

     Hari ke 3 adalah agenda untuk Palace Visit dan menuju Hanok Bukchon Village.
Yang paling bikin excited di hari itu adalah akhirnya saya bisa mencoret salah satu wishlist dalam hidup saya yakni merasakan snowfall. Agak di luar ekspetasi memang, karena ternyata salju yang jatuh dari langit itu bentuknya gak bulat kayak di film-film kartun dan ternyata saljunya langsung meleleh saat menyentuh tanah. Padahal kalo saljunya mengendap banyak saya mau coba buat snowman.

      Destinasi wisata yang pertama kami kunjungi di hari itu adalah Hanok Bukchon Village. Diperjalanan menuju kesana kebetulan kami menemukan kedai Starbucks yang memang sempet kami cari-cari karena Anov punya banyak kupon, akhirnya kami mampir sejenak untuk sekadar ngopi-ngopi cantik sambil menghangatkan badan sejenak. By the way, Hanok Bukchon Village merupakan pemukiman tradisional Korea yang terkenal buat spot ­foto-foto. Katanya sempat jadi tempat syuting iklan Lee Min Hoo untuk produk kopi instan Indonesia juga. Karena masih ditinggali, turis yang ingin berfoto disana dilarang berisik.

Rumah Tradisional Korea



  Setelah puas berfoto-foto kami langsung beranjak ke destinasi selanjutnya, Gyeongbokgung Palace yang merupakan salah satu komplek istana terbesar di Korea Selatan. Karena snowfall yang berganti menjadi rainfall gak kunjung reda, akhirnya kami cuma berfoto di pelataran depannya saja untuk segera mencari tempat berteduh. Kami menyebrangi jalan menuju Gwanghamun Square yang ternyata telah dipenuhi oleh masa yang sedang Berdemo terkait skandal korupsi Presiden Korea. Saat itu saya gak tahu sama sekali kalo ternyata situasi politik di Korea memang sedang tidak kondusif. Untungnya demo berlangsung damai jadi kami bisa melewati kerumunan masa dengan aman.
 
Hujan
Wajah Lain Korea Selatan
  Tempat berteduh kami lumayan jauh dari Gyeongbokgung Palace, Kami berjalan menggigil kedinginan sampai akhirnya sampai di Gedung Korea Tourism Organization (KTO). Ya, kami nggak mau rugi waktu sedikitpun. Tempat berteduh kami adalah destinasi selanjutnya. Di KTO pertama kami mencari pray room terlebih dahulu sambil berusaha mengeringkan tubuh yang basah diguyur hujan.
      Setelah sholat, kami mengexplore fasilitas yang disediakan KTO. Pertama, bermain games virtual reality (VR). Lalu, Berfoto dengan hologram artis KPOP idola. Dan yang nggak boleh ketinggalan adalah mencoba Hanbok Gratis.







       Setelah hujan mereda, kami beranjak menuju destinasi selanjutnya yakni Myeongdong, Pusat Belanja Kosmetik Korea. Sampai disana hari sudah mulai gelap dan sama seperti malam-malam sebelumnya, suhu turun drastis saat malam hari. Akhirnya kami hanya sebentar window shopping lalu mencari tempat makan untuk mengisi perut sembari menghangatkan badan.

Hari ke-4
     Destinasi hari ini bukan di Seoul namun di Kota lain atau bisa dibilang Republic lain. Ya, Namihara Republic alias Nami Island adalah destinasi wisata kami hari ini. Untuk menuju kesana kami berangkat naik Subway lalu transit naik ITX (Kereta yang lebih cepat dari Kereta Subway namun tidak secepat KTX). Perjalanan dilanjutkan dengan menaiki Bus Wisata.

     Setelah perjalanan yang berliku-liku sampai lah kami di Pelabuhan menuju Nami Island. Dari jauh kami melihat ada yang menyebrang menuju Nami Island naik Zipwire (Semacam Flying Fox). Saya nggak bisa membayangkan rasanya naik flying fox di udara sedingin ini, bisa-bisa beku saat mendarat di permukaan.

      Setelah membeli tiket, kami naik Kapal Feri. Hanya dalam waktu tak lebih dari 15 menit kami bisa menginjakan kaki di Nami Island. And Lucky me! Di Nami ada banyak gundukan salju. Bahkan ada gundukan salju yang bisa kami pakai untuk Snowsliding. Walaupun dingin dan bikin baju  basah, snowsliding di gundukan salju haruslah dicoba.

Tadinya pingin mencoret wishlist lain saya tentang membuat snowman tapi tenyata lagi-lagi salju itu di luar ekspetasi saya. Salju disana ternyata keras dan sulit dibentuk, teksturnya semacam es serut. Mungkin saya harus mencari salju di Negara lain. Iceland, maybe?

       Pemandangan di Nami sangat memanjakan mata. Kombinasi pohon-pohon yang tinggi menjulang, danau yang membeku, gundukan salju ditambah aroma hangatnya Hotteok.
           

Yummy

      Cacing-cacing di perut sudah tak henti meraung karena kami belum sempat sarapan. Kami segera menuju salah satu tempat makan. Dan makanan disana saya nobatkan sebagai makanan terlezat selama saya di Korea. Nasi hangat ditambah gurita bumbu pedas, sempurna dengan tambahan Bon Cabe yang saya bawa dari Indo (tetep..)

     Puas Berkeliling di Nami Island, perjalanan berlanjut ke Petite France dengan menaiki Bus Wisata yang sama. Disana kami menonton pertunjukan Boneka Tangan. Pertujukan yang bagus dan membuat anak-anak tertawa. Walaupun sejujurnya saya nggak mengerti bahasa korea tetapi masih nyambung sedikit kok kalo ceritanya tentang Red Riding Hood. Setelah menonton pertunjukan, Iin dan Anov menulis Kartu Pos yang ditujukan buat diri mereka sendiri. Kartu pos tsb nantinya akan dikirimkan pada akhir tahun ke alamat yang dituju. Karena terlalu malas untuk menulis postcard, saya skip pengalaman yang satu itu.

we was here
Menunggu pertunjukan dimulai
Iin dan Anov saat nulis Postcard
      Perjalanan hari itu ditutup dengan beli cikin alias chicken yang kami makan bersama di guesthouse. Saya sempet nanya kenapa gak makan di tempat aja. Kata temen-temen saya, malu kalo makan ayam diliatin oppa oppa Korea, takut keliatan ‘bringas’-nya. 

Selagi makan ayam, tiba-tiba Samchon ngajak kami minum Soju. Padahal kami semua cewek-cewek  berjilbab. Ya jelas kami semua menolak. *geleng-geleng kepala*

Hari ke -5 (Last Day)
        Hari kelima seharusnya adalah free day dimana peserta tour diberi kebebasan menentukan tempat wisata dan no service tentunya.

Rencana perjalanan kami berbeda-beda dengan rincian sbb :

1.    Saya dan Iin : Snowsliding di Ski Resort
Sebenernya kami sudah booking Free Shelter Bus untuk menuju Ski Resort dan googling cara menuju ke halte bus. Tapi karena di hari sebelumnya kami sudah puas Snowsliding di gundukan salju Nami Island. Dan dengan pertimbangan itu adalah hari terakhir kami di Korea dimana kalo kami nyasar ada kemungkinan resiko pulang kemalaman atau bahkan ketinggalan pesawat di keesokan harinya, akhirnya kami membatalkan rencana tersebut.

2.     Anov : Bersepeda di Yeodo Park
Mengingat prakiraan cuaca hari ini dibawah nol derajat celcius, Anov juga batalin rencananya. Dan beberapa hari setelahnya dia nyesel karena berdasarkan kabar yang beredar di internet, di hari itu ternyata ada fanmeeting-nya Om Goblin alias Gong Yoo di wilayah dekat Yeodo Park.  
3.     Mbak Zer (Guide) : Belanja ke Namdaemun Market untuk cari titipan temannya 
4.    Samchon : Dia kira agenda kami hari itu memang ke Ski Resort. 

Karena beberapa alasan di atas, pada akhirnya kami tetap mengekor pada Mbak Guide kami yang baik hati. Kami meluncur ke Namdaemun dan Gwangjang Market. Btw malamnya Samchon akhirnya berhasil minum Soju bareng Agasshi-Agasshi yang berasal dari Daegu dimana mereka mengandalkan komunikasi pake Google Translate.

        Di Namdaemun saya nggak banyak berbelanja. Cuma beli sheetmask, tas ransel, pouch, dan jaket obralan. Iya, itu termasuk sedikit kok. Yang lain belanja lebih banyak. Barang-barang disana khususnya, souvenir oleh-oleh, harganya relatif lebih murah dibanding kawasan belanja lain dan sialnya saya sudah terlanjur beli oleh-oleh di hari sebelumnya.

        Berbeda dengan Namdaemun Market, Gwangjang Market merupakan tempat wisata kuliner. Berbagai macam jajanan khas korea dari yang lumrah sampai yang aneh-aneh ada disana. Karena udaranya dingin, saya pilih untuk makan di dalam ruangan yang ternyata menunya terbatas. Akhirnya saya lagi-lagi makan Toppoki. Iin yang ngidam dumpling pun jadi pesen toppoki karena disana hanya ada dumpling isi babi.

      Setelah puas berbelanja kita kembali ke Guesthouse untuk bersiap-siap packing. Iin dan Anov sepertinya benar-benar well-prepared sampai bawa vacuum bag,  jadi baju mereka lebih ringkas. Kalau saya cuma bawa koper kecil dan baju tebal-tebal. Akhirnya belanjaan oleh-oleh saya lakban tak beraturan supaya bisa masuk bagasi pesawat.

        Overall, perjalanan kali ini sangat mengesankan dan bisa dibilang paling berkesan di hidup saya. Kata orang travelling ke Korea di Bulan Februari sangat tidak disarankan karena kemungkinan kamu cuma merasakan suhu dinginnya tanpa bisa merasakan salju. Tapi ternyata nggak sepenuhnya bener kok. Buktinya kami masih bisa merasakan snowfall dan snowsliding di gundukan salju. Dan masih dapat bonus pengalaman berada di kerumunan masa demo (Bahkan Samchon sempet-sempetnya berfoto bareng salah satu polisi yang mengamankan jalannya demo).

Ayo semangat menabung lagi supaya bisa merasakan musim-musim lain yang gak ada di Indonesia….

Pengen deh rasanya lihat Aurora di Iceland.. *kode ke semesta*


Sometimes you must give yourself a reward. Supaya lebih semangat, lebih giat bekerja dan merecharge mood tentunya. And here i am...

Winter in Seoul...


Tanpa butuh rencana matang. Sesederhana ajakan ‘ki, mau ikut ke korea gak?’ dan besoknya tiket pesawat sudah di tangan karna kebetulan hari itu hari terakhir promo travel fair salah satu maskapai terkemuka di Indonesia. Tapi bukan juga tanpa pertimbangan matang, kebetulan saat itu saya punya rencana lain yang cukup menguras rekening. Tapi setelah mengesampingkan altruisme, Seoul i’m cominggg...

     Karena kemampuan komunikasi dan bahasa asing saya yang cukup mengenaskan (saking malesnya ngomong pake bahasa asing, disana saya cuma pake 3 magic world hehehe) ditambah penyakit disorientasi arah (a.k.a lemot) yang terkadang butuh waktu lama untuk membedakan kanan dan kiri, saya dan rombongan menggunakan jasa travel backpacker. Liburan kali ini rasanya hampa tanpa Samchon berinisial BW. Satu-satunya cowok di kelompok tour kami yang paling rempong, yang bawa dua koper segede alahium gambreng yang awalnya kami curigai sebagai tempat penyelundupan manusia. Ritual rutin kami sebelum tidur adalah ngebahas kelakuannya yang selalu buat kami menggelengkan kepala.
Perjalanan kami dimulai dengan penerbangan malam. Penerbangan kami cukup ramai karena kebetulan ada rombongan anak SMA. Keramaian mereka sukses membuat kami terjaga dari tidur saat menunggu di ruang tunggu pesawat. Untungnya kegaduhan mereka tidak berlanjut di dalam kabin pesawat. Di dalam pesawat kursi saya terpisah dengan Anov dan Iin karena perbedaan kode booking. Saat pemesanan tiket saya order belakangan karena berharap dapat harga yang lebih murah dengan promo kartu kredit. Ternyata kuota promo kartu kredit sudah habis, alhasil pada akhirnya harga tiket saya justru sedikit lebih mahal. Padahal sudah susah payah tanya sana sini untuk dapetin pinjaman kartu kredit. Yah whatever will be, will be. Yang penting jadi jalan-jalan. Siapa tahu dapat bonus pengalaman kayak di drama korea, sebelahan kursi dengan artis Korea atau oppa oppa macem Rain, pikir saya saat itu. Beneran sih sebelahan sama Cowok Korea dan opa opa. Sayangnya opa tanpa double P (opa kakek,red). Di perjalanan kami nggak ngobrol sama sekali dan agaknya bakal ganggu yang lain juga kalo tengah malem ngobrol (padahal karena males ngomong bahasa inggris). Interaksi saya dan Opa Korea cuma sebatas nyolek beliau karena saya mau numpang lewat ke toilet. By the way baru kali ini saya buang air di toilet pesawat. Karena di penerbangan domestik kan cuma sebentar jadi panggilan alam masih bisa ditunda. Ternyata WC di pesawat itu nggak ada airnya dan flushnya pake angin semacam vaccum cleaner (Maaf kalo norak hehehe). Berada di atas langit selama 7 jam lebih di malam hari itu pengalaman yang baru juga buat saya. Apalagi saat itu sedang musim hujan, saya nggak bisa tidur sama sekali di pesawat. Untungnya terobati dengan pemandangan perubahan warna langit yang cukup menyejukan mata. Pesawat kami mendarat pukul 07.30 pagi waktu Incheon.





Welcome to South Korea..

       Ada sedikit drama di Bandara Incheon yang bikin kami cukup panik, si Iin sempat ditahan di Counter ­Imigrasi. Alasannya karena ada kesalahan ketik di masa berlaku visa. Untungnya prosesnya nggak lama hanya beberapa menit. Setelah konfirmasi dengan pihak Kedubes Korea di Indonesia, Iin diperbolehkan masuk. Setelah ambil koper yang kami taruh dibagasi, kami bertemu di titik kumpul dengan Guide perjalanan kami kali ini. Kami meluncur ke guesthouse kami di Itaewon naik AREX. Karena ­kita menggunakan jasa travel backpacker, Perjalanan kami ya ala backpacker dengan memanfaatkan kendaraan umum (Bis dan Subway) dan penginapan pun di guesthouse bukan di hotel. Biarpun butuh sedikit effort tapi malah lebih dapet sih pengalamannya menurut saya.

         Samchon BW yang tadinya kami pikir bisa diandalkan eh malah sebaliknya justru balik mengandalkan kami. Koper samchon hampir gelinding di eskalator sampai akhirnya ditangkap Iin lalu gantian kopernya iin yang gelinding ke arah saya dan saya jelas panik. Kalo ini adegan drama korea harusnya ada cowok ganteng yang tiba-tiba dateng untuk nangkap koper dan menyelamatkan saya, unfortunetally it’s not. Setelah hampir seminggu di south korea, In my opinion anak muda disana itu cuek cuek typical anak muda jaman sekarang yang tenggelam sama gadgetnya. Contohnya waktu koper saya jatuh di subway, oppa Korea nggak bantuin saya untuk diriin kopernya. Yah, gagal modusin oppa Korea yang baru pulang wamil deh :v

Di Stasiun Itaewon drama backpacker kami bertambah karna kami harus mendaki puluhan anak tangga dengan menggeret-geret koper dan tas yang penuh pakaian tebal tentunya. Lift disana kebanyakan dikhususkan untuk manula, ibu hamil dan penyandang disabilitas. Mungkin itu rahasia kenapa orang korea langsing-langsing. Disana kebanyakan orang mengandalkan transportasi umum atau jalan kaki untuk jarak dekat. Beda banget sama di indonesia yang kadang cuma jarak selemparan batu aja naik motor. Motor disana lebih dimanfaatkan untuk jasa ekspedisi. Dan yang bikin kagum, disana itu jarang banget ada tempat sampah tapi jalanan dan pasar selalu tampak bersih. Pada akhirnya kami tetap ngumpet-ngumpet naik lift sih, jangan ditiru kelakuan turis nakal macam kami ya.

        Destinasi pertama kami diawali dengan kunjungan rohani (baca : sholat) ke Masjid Raya Itaewon. Masjid yang cukup luas, untuk menuju tempat sholat wanita kami harus menaiki puluhan anak tangga. Tempat wudhu disana berada di luar, bayangkan rasanya mengambil air wudhu di udara terbuka saat suhu mendekati nol derajat celcius. Kebetulan hari itu saya sedang berhalangan, jadi di saat yang lain kedinginan saya langsung ambil posisi di depan heater hehehe.
Setelah sholat kami check in ke Guesthouse yang lumayan hits di daerah Itaewon. Guesthouse kami punya rooftop yang sering jadi tempat syuting dan darisana kami bisa lihat Namsan Tower dari kejauhan.
Namsan Tower
Rooftop

Melihat Namsan Tower dari kejauhan jelas gak cukup dong. Icon kota seoul yang satu itu merupakan destinasi wajib turis di korea. Setelah cuci muka dan beresin perlengkapan kami meluncur kesana dengan menaiki Bus.



Gak lengkap rasanya kalo ke Namsan tanpa meninggalkan jejak gembok cinta. Dasar gak modal, jejak kami berempat kami tulis di satu keychain yang mana sisi belakangnya sudah dipakai orang lain (Gembok bekas,red)
we were here
how far i'll go?


Menjelang malam di Namsan kami merasakan sensasi suhu minus plus angin kencang untuk pertama kalinya. Brrrrrr.. pengalaman winter yang sebenarnya baru dimulai. 

      Karena ingin merasakan gimana rasanya jadi anak gaul seoul, kami langsung meluncur ke Hongdae. Disana biasanya banyak anak muda yang menampilkan performing art, tapi karna suhunya sedang gak bersahabat jadi gak seramai biasanya. Saya sudah gak mood untuk jalan-jalan karena kelelahan. Bagaimana tidak? kami baru sampai di Korea pagi ini setelah penerbangan malam dari Indonesia. Bahkan saya semalam tidak tidur. Ditambah angin kencang dan suhu dibawah no derajat celcius, Ingin segera berbaring tidur dibalik selimut rasanya.Tapi karena Iin dan Anov mau makan malam akhirnya kami mampir ke salah satu tempat makan. Tadinya yang mau makan cuma mereka berdua tapi ternyata kata oppa pelayan harus makan semuanya gak boleh numpang duduk doang (iyalah! hehehehe), Alhasil kami semua ikut makan malam. Setelah makan ada insiden dimana tas Samchon ketinggalan di tempat makan, padahal loh tas ranselnya itu isinya 2 kamera pro yang beratnya lumayan. Bisa-bisanya lupa gitu. Untungnya gak hilang. Itu lah salah satu kelakuan ajaib samchon yang bikin kami geleng-geleng kepala.

     Agenda kami di keesokan harinya adalah ke Common Ground, Ihwa Mural Village dan Dongdaemun Design Plaza.
Common Ground

Waktu sampai Common Ground kebetulan ada Grand opening Twice Pop up Store. Kami sempat ikut antri, karena memakan lumayan waktu kami keluar dari antrian. Saya gak kenal Twice itu siapa atau apa, cuma ikutin arus. Tiga dari Lima orang rombongan ini adalah KPOPers dan/atau fangirl. Kalau saya sih cuma akhir-akhir ini rajin nonton drama karna kehidupan yg membosankan dan butuh penyegaran mata. Di perjalanan ini saya lebih excited karna ingin ngerasain pengalaman winter. Dulu saya sempat punya mimpi mendaki jaya wijaya buat ngerasain salju di Indonesia, tapi kok sekarang naik tangga ke lantai 2 saja kutak sanggup bernafas lega ;(
spot foto wajib

Ihwa Mural Village ini saya nobatkan sebagai destinasi paling menguras tenaga, karena untuk menuju kesana harus melewai ratusan anak tangga yang lumayan curam. 
Dan Unfortunetaly, banyak mural/grafiti yang dihapus/di cat ulang. Jadi spot foto-fotonya tinggal sedikit. Untungnya gak jauh darisana ada taman yang lumayan bagus, Naksan Park. Akhirnya disana kami jadi model dadakannya samchon.




Dan beruntungnya lagi disana ada salju yang belom cair. Yeayyyy... karena di hari sebelumnya kami belum kesampean liat salju walau cuma becekannya ;(


Malamnya perjalanan kami berlanjut ke Dongdaemun Design Plaza (DDP). Udara saat itu luar biasa dingin mencapai minus 8 derajat celsius. Walaupun udara dingin melihat bunga-bunga menyala di DDP is a must.

Ada sedikit cerita lucu soal kedinginan, ya lagi-lagi tentang kelakuan samchon yang buat kami geleng-geleng kepala. 
Karena cuaca yang super dingin kami pakai Hotpack untuk menghangatkan badan. Hotpack ada yang berbentuk seperti koyo (ditempel) dan ada yang berbentuk semacam pasir yang kalau dikocok akan mengeluarkan hawa panas. Bedanya sama koyo, Hotpack yang bentuknya ditempel itu gak boleh langsung kena kulit. Nah, karena saking dinginnya, si Samchon pake hotpack itu langsung nempel ke puser-nya. Alhasil pusernya kebakar/iritasi -_-

Bersambung di posting berikutnya.