Senandung Jazz di Negeri Dongeng


           
Pertama kali dengar tentang event tahunan Jazz Gunung Bromo, saya langsung memasukannya ke dalam bucket list. Pemandangan Bromo adalah salah satu alam Indonesia yang buat saya takjub. Berada di Bromo seperti berada di Negeri Dongeng atau adegan film fantasi Box Office. Walaupun bukan penggemar fanatik musik jazz, saya sangat menikmati musik Mocca, Monita Tahalea, Gleen Fredly dsb. Buat saya jazz itu menenangkan dan easy listening. I wondered how beautiful it would be, kalo Musik Jazz dan Bromo diramu dalam satu kemasan.


Bisa dibilang trip kali ini adalah trip ter-Niat saya. Tak terhitung berapa banyak teman yang jadi korban sayembara dalam perjuangan saya mencari teman ngetrip. Kebanyakan teman hanya mau menikmati indahnya bromo tanpa pengalaman Jazz Gunung. Nyari teman ngetrip aja susah gimana cari jodoh. Eh kok jadi baper.

Saya sempat meniatkan dengan atau tanpa teman saya akan tetap berangkat. Toh, ikut open trip nanti juga dapat teman. Fortunatelly, ada teman yang akhirnya berhasil saya racuni. Kiar namanya, partner saya lomba fisika waktu zaman SMA. Ya, si otak ikan mas ini (saya, red) dulu pernah ngewakilin Sekolah buat lomba fisika lho walaupun nggak menang.
Teman Ngetrip Utama

Waktu perjalanan kami banyak dihabiskan di Kereta Ekonomi Kertajaya tujuan akhir Surabaya Pasar Turi. Ini kali pertama saya naik kereta jarak jauh, ekonomi pula. Sudah terbayang gimana horor­-nya naik kereta ekonomi selama hampir 12 jam, jika mendengar testimoni dari pengalaman teman-teman. Setelah merasakan sendiri, buat saya naik kereta ekonomi cukup menyenangkan. Walaupun harus duduk berhadap-hadapan dan berbagi space kaki dengan orang lain, overall fasilitasnya oke. Tersedia colokan listrik di setiap deret kursi, dilengkapi pendingin ruangan, kamar mandi cukup bersih dan sandaran kursi yang tidak terlalu keras.
spot charger
Pendingin Ruangan

Yang buat saya cukup surprised adalah ternyata yang duduk di kursi hadapan saya itu junior saya di STAN dan ikut open trip yang sama. Namanya sama pula kayak saya, Rizky.  What a coincidence! Akhirnya selama trip kami seringnya bertiga sampai dicengin Cinta Segitiga oleh teman trip lain (-_-). Dan karena sapaan kami bertiga sama-sama “ki!”, kami sering serentak menoleh saat dipanggil.

Yang agak mengecewakan dari trip kali ini adalah kenyataan kalau kami nggak ‘dapat’ sunrise karena kesiangan sampai pananjakan. Buat saya sih not a big deal, karena sebelumnya saya sudah pernah dan buat saya hunting sunrise di Pananjakan itu tak ubahnya berkumpul sama lautan manusia saking ramainya. 
Mt Batok, Bromo dan Semeru

Dari pananjakan langkah kami beranjak ke spot selanjutnya yakni Bukit Teletubbies. Meski tak seindah waktu pertama kali saya kesana  (karena sedang musim kemarau), melihat hamparan savana sejauh mata memandang adalah salah satu nikmat dunia yang tak bisa didustakan. Nikmat tersebut bertambah kali kami  menyantap semangkuk hangat bakso malang.

Bukit Teletubbies Saat Kemarau
Setelah puas berfoto-foto di Bukit Teletubbies perjalanan berlanjut ke Pasir Berbisik, hamparan pasir luas dengan latar megah Gunung Bromo dan Gunung Batok. Supaya mainstream harus foto sambil melompat tinggi ya, blog.            
Melompat Lebih Tinggi
  
Cukup bersantainya, saatnya trekking naik ke Kawah Bromo. Selain trekking, kalian sebenarnya bisa mencoba pengalaman naik kuda sampai bawah tangga. Karena ingin merasakan ‘naik’ gunung Bromo kami memilih trekking jalan kaki, menikmati setiap hembusan angin dan debunya. Track Bromo itu cukup tricky, terlihat dekat namun jauh. Kayak kamu (eaaaa).


Setelah penuh perjuangan dan hembusan napas yang semakin terengah, sampai lah kami di Kawah Gunung Bromo. Aktivitas gunung sepertinya cukup aktif mendengar dentuman dan letusan kecil dari bibir kawah. 

Selang beberapa menit kami kembali trekking turun dari Bromo. Saking ingin cepat sampai bawah, saya melangkahkan kaki cepat tanpa pertimbangan. Sampai di bawah, kaki saya gemetar. Sambil me-rileks-kan kaki yang gemetar,  saya dkk menikmati Pentol Daging enak dan murah :9

Puas menikmati indahnya Bromo kami segera menuju Homestay untuk selanjutnya bersiap dan bergegas menuju Venue Jazz Gunung Bromo yang berada di Jiwa Jawa Resort. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mencoret satu lagi Bucket List. 








Saya sangat menikmati pertunjukan. Alunan saxophone Paul McCandless with Charged Particles mengalun lembut di telinga. Suara Monita Tahalea semakin menyejukan udara malam Bromo. Petikan Gitar dan instrumen pendukung Dewa Budjana Zentuary terdengar apik. At last but not least, penampilan Maliq and the essential menutup rangkaian event Jazz Gunung Bromo dengan sangat pecah. Di tengah gelap malam dan jam mengantuk, Maliq mampu mengajak penonton ikut ‘berjingkrak’ atau minimal sekadar mengayunkan tangan ke kanan ke kiri. Salah satu yang membuat Jazz Bromo tak kalah menarik adalah MC Alit dan Gundi yang celotehannya selalu bisa membuat gelak tawa penonton. Absolutely enjoy the show!

Keesokan harinya agenda kami adalah wisata air terjun Coban Rondo. Sayangnya, lagi-lagi soal waktu kami batal kesana. Alhasil di hari kedua sekaligus terakhir ini, kami hanya ke spot oleh-oleh.  Manajemen waktu terlihat cukup mengecewakan. Untungnya, di pagi hari saya inisiatif hunting sunrise. Ya walaupun terlalu siang akibat menghindari cuaca dingin. Menelusuri jalan setapak, pagupon, kebun bawang, sampai akhirnya berada di bukit penuh ilalang dengan latar Gunung Batok, Bromo dan Semeru dari kejauhan. Satu kata, Indah.





Overall, saya sangat menikmati perjalanan kali ini. Berbeda saat ngetrip dengan banyak teman yang sudah dikenal dimana interaksi terbatas pada teman yang itu itu saja. Di trip kali ini saya kenal  dan berinteraksi dengan banyak orang baru. Junior kampus, mbak-mbak kritis tapi perhatian, mbak-mbak ceria dan keluarga yang rutin nonton event Jazz Gunung.
Teman Baru 
Semenjak bekerja di Bekasi yang notabene homebase agaknya saya jadi kembali jadi pribadi yang tertutup karena sudah merasa aman berada di Goa Plato. Berbeda saat pertama kali masuk kuliah dimana tak satu pun saya kenal, mau tak mau saya jadi terbuka dan welcome terhadap orang-orang baru. Mungkin suatu saat nanti harus coba solo backpacker supaya lebih welcome sama ‘dunia baru’.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feel free to drop a comment :)