Husband Material





Sebagai perempuan di usia pertengahan 20, pertanyaan ” kapan menikah?”  jadi hot issue di setiap perbincangan. Seakan pertengahan 20 itu  penghujung garis kritis. Sebenernya sesuai sama Life Plan saya semasa kuliah sih, tapi kalau belum ada yang cocok (belum laku) ya nggak perlu dipaksain kan. Buat saya gambling soal dengan siapa kita menikah itu agak menyeramkan.

Saya sebenernya tipe yang santai dengan pertanyaan di atas. Biasanya saya jawab sambil nyengir atau celetukan bercanda macam “daripada tanya, mending cariin”. Dan efeknya beberapa menanggapi dengan serius dan menawarkan perkenalan (jodoh-jodohin)  saya dengan teman/kerabatnya wkwkwkwk. Sebagai orang yang pemalu di awal (malu-maluin di akhir), ku menolak halus dengan seribu macam alasan dan kadang sok-sokan ngoper-ngoper “mending dikenalin sama si ini atau si itu aja tuh”. Gimana nggak jomblo kan, udah nggak laku sok jual mahal wkwkwk.

Ada salah satu tawaran yang saya terima sih sebenernya. Karna yang nawarin (udah kek barang aja bahasanya) itu sahabat dekat saya dan itu timing-nya seakan semesta mendukung gitu. Eh kayaknya kali ini sayanya yang ditolak wkwkwk. Terus jadi mikir, mungkin kalau tawaran yang lain saya terima juga bakal berujung begini :v

Kalau boleh memilih sebenernya lebih pingin menemukan jodoh sendiri yang berawal dari temen gitu, biar lebih tau baik buruknya. Tapi apalah daya hidup saya hanya seputar Kantor-Rumah dimana di kedua tempat itu nggak ada yang bisa dijadikan object of my affection.

Beberapa hari yang lalu di sebuah perbincangan dengan para jomblowati, kami ngomongin soal Hushband Material gitu. Kebetulan lagi gosipin perceraian Dai Muda dan anak pengacara terkenal yang sempet viral itu. Terus saya nyeletuk lah, “kalo aku nggak mau sama yang sholeh sholeh amat”. Ini kalau dibaca netizen nyinyir pasti saya langsung dibully kafir L

Kadang kalau ngomong suka nyeplos dengan pilihan kata yang nggak tepat gini hehe. Sebenernya bukan nggak mau sih, lebih ke takut nggak bisa mengimbangi. Terus akhir-akhir ini lihat berita atau di sekitar banyak banget ustadz yang poligami sama wanita yang lebih muda dan cantik which is beda sama poligami-nya Rasulullah. Kasarnya kayak seakan-akan poligami itu dijadiin tameng buat menghalalin selingkuh. Ya setelah dipikir-pikir lagi ini kayaknya saya yang salah nonton berita/ berada di lingkungan yang salah. Sample yang saya ambil nggak mewakili populasi.

Siapa yang nggak mau punya suami sholeh, maksud saya lebih ke seimbang gitu hidupnya antara dunia dan akhirat, habluminallah dan habluminannas-nya. Banyak ibadah tapi juga masih mentoleransi sesekali nonton bioskop, nonton konser, jalan-jalan ke pantai atau ke gunung, dan yang nggak kalah penting harus bisa diandalkan dan setia wkwkwk. Menikah itu ekspetasinya kan seumur hidup dengan harapan ending happily ever after, jadi ya dijalani juga harus dengan fun biar nggak jadi beban. Supaya menikah itu nggak hanya menyempurnakan agama tapi juga menyempurnakan kebahagiaan dunia-akhirat.

Kenapa saya sebut soal beban? Soalnya lagi-lagi kayaknya karna saya salah gaul :p. Kadang saya merasa orang-orang sekitar saya yang sudah menikah itu banyak yang tingkat kebahagiaannya berkurang gitu, kayak hidupnya penuh beban wkwkwk. Ya walaupun ada banyak saat dimana mereka buat envy dan baper juga.

Jadi kapan nikah ki?
Jawab pake jawaban default template aja deh, " Doain aja wkwkwk"








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feel free to drop a comment :)